. Umumnya para ulama membenarkan dan
membolehkan seseorang menyembelih hewan qurban untuk keluarganya yang
telah wafat. Kalau pun ada berbedaan diantara mereka, maka sedikit saja
permasalahannya. Bila ayah Anda semasa hidupnya pernah berwasiat untuk
berkurban dari harta yang dimilikinya, maka semua mazhab menerimanya dan
berpendapat bahwa berkurban untuk orang yang sudah meninggal itu syah.
Sedangkan bila
inisiatif itu datang dari Anda sendiri sebagai anaknya dan uangnya juga
dari uang Anda sendiri, maka para ulama sedikit berbeda pendapat. Fuqaha
dari kalangan Al-Malikiyah mengatakan bahwa hal itu masih tetap boleh tapi dengan karahiyah (kurang disukai). Sebaliknya, kalangan fuqaha dari Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa hal itu boleh hukumnya. Artinya tetap syah dan diterima disisi Allah SWT sebagai pahala qurban.
Masalah yang Anda
tanyakan ini sebenarnya terkait dengan perbedaan pandangan di kalangan
ulama tentang mengirimkan pahala ibadah kepada orang yang sudah wafat.
Sebenarnya jumhur ulama umumnya menerima bahwa pahala yang dikirimkan kepada mayit di kubur itu bisa sampai. Terkecuali pendapat kalangan Asy-Syafi'iyah,
mereka tidak menerima pandangan itu. Artinya, kalangan fuqaha
Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa tidak bisa dikirim pahala kepada orang
yang sudah wafat. Kecuali bila memang ada wasiat atau waqaf dari mayit
itu ketika masih hidup.
Sedangkan dasar
kebolehannya adalah bahwa dalil-dalil menunjukkan bahwa kematian itu
tidak menghalangi seorang mayit bertaqaruub kepada Allah SWT,
sebagaimana dalam masalah shadaqah dan haji. Dari Ibnu Abbas ra bahwa
seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAW dan berkata, "Ibu
saya telah bernazar untuk pergi haji, tapi belum sempat pergi hingga
wafat, apakah saya harus berhaji untuknya?". Rasulullah SAW menjawab,"Ya
pergi hajilah untuknya. Tidakkah kamu tahu bila ibumu punya
hutang kamu akan membayarkannya?. Bayarkanlah hutang kepada Allah karena
hutang kepada-Nya lebih berhak untuk dibayarkan." (HR. Al-Bukhari).
Hadits ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan ibadah haji dengan dilakukan oleh orang lain memang
jelas dasar hukumnya, oleh karena para shahabat dan fuqoha mendukung hal
tersebut. Mereka di antaranya adalah Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu
Hurairah, Imam Asy-Syafi`i ra. dan lainnya. Sedangkan Imam Malik ra.
mengatakan bahwa boleh melakukan haji untuk orang lain selama orang itu
sewaktu hidupnya berwasiat untuk dihajikan.
Seorang wanita dari Khats`am bertanya, "Ya
Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan hamba-nya untuk pergi haji,
namun ayahku seorang tua yang lemah yang tidak mampu tegak di atas
kendaraannya, bolehkah aku pergi haji untukny ?" Rasulullah SAW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar