Rabu, 01 Oktober 2014

Prinsip-Prinsip Imam Syafi’i Dalam Beragama

Tidak diragukan bahwa Imam Syafi’i –rahimahullah- adalah salah seorang ulama besar yang karismatik yang namanya tidak asing lagi bagi kaum muslimin, beliau termasuk sosok ulama pembaharu agama yang mempunyai jasa besar dan memiliki usaha yang mulia lagi berkah dalam mengajak umat untuk kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah dan mendidik mereka diatas landasan Tarbiyah dan Tashfiyah.

Manhaj Imam Syafi’i dalam aqidah dan prinsip-prinsip beliau dalam beragama adalah manhaj dan prinsip Ahlusunnah wal jama’ah, tidak ada perbedaan, mereka mengambil dari sumber yang sama, yaitu Al Qur’an dan Sunnah, oleh karenanya perkataan Imam Syafi’i dan perkataan imam-imam Ahlusunnah yang lain seperti Imam Ahmad Bin Hambal, Malik, Abu Hanifah, Al Auzaa’i, Ats Tsauri, Sufyan Bin ‘Uyainah, Abdullah Bin Mubaarok dan yang lain tentang aqidah dan prinsip-prinsip beragama adalah sama tidak ada kontradiksi dan perbedaan kecuali dalam redaksinya saja[1].

Betapa bagusnya ungkapan Imam Abu Mudzoffar As Sam’aani –beliau adalah salah seorang ulama Syafi’iyah- yang mengatakan: “Jika kamu memperhatikan/membaca seluruh kitab-kitab karya mereka (Ahlussunnah) dari pertama sampai terakhir, yang klasik dan kontemporer, sedang zaman mereka berbeda dan tempat tinggalnya berjauhan, masing-masing tinggal di tempat yang terpisah, niscaya kamu dapatkan mereka dalam menjelaskan aqidah (prinsip-prinsip agama) dengan metode yang sama dan cara yang tidak berbeda, mereka mengikuti sebuah metode yang tidak akan melenceng dan condong darinya, perkataan mereka dalam hal tersebut satu, kamu tidak dapatkan kontradiksi dan perbedaan diantara mereka dalam suatu perkara sedikitpun, bahkan jika kamu kumpulkan apa yang keluar dari mulut mereka dan apa yang mereka nukilkan dari salaf (pendahulu) mereka, niscaya kamu dapati seolah-olah hal (perkataan) itu keluar dari satu hati dan muncul dari satu lisan”[2].

Adakah bukti yang lebih nyata yang menjelaskan akan kebenaran dari pada ini? Nah, apakah rahasia dan penyebab yang menjadikan mereka bersatu dalam aqidah dan prinsip-prinsip beragama? Tiada lain kecuali karena mereka semuanya mengambil agama dari sumber yang satu, yaitu  Al Qur’an dan Sunnah, adapun orang-orang yang mengambil aqidah dan agamanya dari selain Al qur’an dan Sunnah, seperti akal, logika dan mimpi, maka mereka selalu dalam perselisihan yang tajam dan kontradiksi yang dahsyat, habis umur mereka akan tetapi tidak pernah bersatu dalam aqidah dan prinsip-prinsip beragama, kamu menyangka mereka bersatu tetapi hati mereka bercerai-berai dan bermusuhan, tentu ini adalah bukti kebatilan yang nyata dan kesesatan yang jauh, Allah Ta’ala berfirman:

وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً  النساء: ٨٢

“Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”.

Inilah pertanda ahlu bid’ah dan seluruh sekte yang menyimpang dari sunnah, mereka selalu dalam pertentangan yang berkepanjangan, adapun Ahlussunnah wal jama’ah apa yang mereka tulis dan katakan semuanya sama, tidak ada pertentangan dalam kandungan dan maknanya, oleh karenanya jika anda membaca kitab yang menjelaskan aqidah imam Syafi’i, atau kitab yang ditulis oleh Imam Ahmad Bin Hambal dalam aqidah, atau kitab yang ditulis oleh Syeikhul islam Ibnu Taimiyah dan yang ditulis oleh Syeikh Muhammad Bin Abdulwahhab tentang aqidah atau kitab yang ditulis oleh salah seorang ulama Ahlussunnah dizaman sekarang ini, niscaya anda akan mendapatkan aqidah yang sama dan prinsip-prinsip agama yang tidak berbeda dan berobah.

Aqidah Imam Syafi’i dan prinsip-prinsip beragama beliau adalah aqidah dan prinsip beragama ulama Syafi’iyyah yang berjalan diatas manhaj Imam mereka dan yang setia menelusuri jejak beliau yang selamat dari bermacam bentuk bid’ah dan syubuhat.

Kemudian sebagaimana yang dimaklumi, bahwa zaman Imam Syafi’i adalah awal munculnya bid’ah ilmu kalam dan bid’ah shufiyyah, keduanya adalah bid’ah yang sangat berbahaya, ilmu kalam merusak pemikiran dan keilmuan seseorang dan bid’ah shufiyah merusak akhlak dan ibadahnya.

Maka dengan penuh kecintaan kepada agama Allah yang mulia ini dan semangat untuk memperjuangkan sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam serta kesungguhan yang besar untuk memberikan nasehat kepada kaum muslimin, Imam Syafi’i bangkit dengan keilmuan yang beliau miliki untuk menghujat, membantah dan meng-counter seluruh bid’ah yang muncul di zamannya, sehingga beliau dikenal dikalangan ulama ahlusunnah sebagai seorang imam pembela/pejuang sunnah yang memiliki ketegasan dan kebencian yang dalam terhadap ilmu kalam, sampai sampai beliau mengatakan: “Hukumku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan ninaikkan diatas unta kemudian dia dikelilingkan ke kampung seraya dikatan kepada khalayak: inilah kukuman bagi orang orang yang perpaling dari Al Qur’an dan Sunnah lalu menuju ilmu kalam/filsafat“[3].

Akan tetapi yang sangat mengherankan, munculnya di tengah masyarakat yang menisbatkan diri kepada mazhab imam Syafi’i, orang orang yang menekuni dan mempelajari ilmu kalam, bahkan mereka mendirikan lembaga lembaga pendidikan yang berasaskan kepada aqidah ahlulkalam dan filsafat. Fenomena ini tidak khusus pada para pengikut mazhab imam Syafi’i saja, tetapi juga para pengikut mazhab yang lain, sementara seluruh para imam tersebut telah sepakat dalam mencela dan mengingkari ilmu kalam dan filsafat.

Dan yang sangat aneh bin ajaib lagi, munculnya dikalangan Syafi’iyyah mutakhirin orang orang yang menulis kitab berdasarkan aqidah ahlulkalam kemudian mereka menisbatkan hal itu kepada imam Syafi’i seraya berkata: “Ini adalah aqidah imam Syafi’i“, tentu ini adalah kebohongan yang sangat nyata. Inilah sebenarnya faktor utama yang menyebabkan munculnya kerancuan dan kebimbangan bagi para pemula dalam menuntut ilmu dalam mempalajari aqidah dan prinsip-prinsip beragama imam Syafi’i, sementara aqidah beliau adalah aqidah dan prinsip-prinsip dasar para imam Ahlussunnah yang lain sebagaimana yang telah diutarakan diatas.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang dua orang –keduanya bermazhab Syafi’i- yang berbeda pendapat dalam masalah aqidah, yang satu mengatakan: “Barangsiapa yang tidak meyakini bahwa Allah berada di langit, maka ia telah sesat”. Yang kedua mengatakan: “Sesungguhnya Allah tidak berada disuatu tempat”. Maka jelaskan kepada kami apa yang harus diikuti dari aqidah imam Syafi’i dan yang benar dari perkataan diatas? Beliau menjawab:

“Aqidah imam Syafi’i dan aqidah para (ulama) salaf seperti (imam) Malik, At Tsauri, Al Auzaa’i, Ibnu Mubarok, Ahmad Bin Hambal, Ishaq Bin Rohawaih, dan ia adalah aqidah para masyaayekh yang diikuti, seperti Fudhail Bin ‘Iyaadh, Abu Sualaiman Ad Daaraani, Sahl Bin Abdullah At Tasturi dan yang lain, maka sesungguhnya tidak ada antara para imam tersebut dan yang lain perbedaan/pertentangan dalam perkara ushuluddin (aqidah). Begitu juga Imam Abu Hanifah, maka aqidah yang tetap dari beliau dalam (permasalahan) tauhid dan qadar dan yang semisalnya sesuai dengan aqidah para imam tersebut. Dan aqidah mereka adalah apa yang diikuti/diamalkan oleh para shahabat dan tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, yaitu apa yang di katakan oleh Al Qur’an dan Sunnah” –kemudian Syekhul Islam menukil perkataan imam Syafi’i, Ahmad dan Malik tentang aqidah- kemudian berkata : Maka barangsiapa yang berbicara tentang Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan sesuatu yang menyelisihi Al Qur’an dan Sunnah, maka ia termasuk kepada orang orang yang bebicara tetang ayat-ayat Allah dengan batil, dan mayoritas dari mereka (ahlulbid’ah) menisbatkan kepada para imam kaum muslimin apa yang tidak mereka katakan, mereka menisbatkan kepada imam Syafi’i, Ahmad Bin Hambal, Malik dan Abu Hanifah aqidah-aqidah yang tidak mereka katakan/yakini, seraya berkata kepada para pengikut mereka: ini adalah aqidah imam si fulan, tetapi jika mereka diminta untuk mendatangkan nukilan (perkataan) yang shohih dari para imam tersebut nyatalah kebohongan mereka“[4].

Inilah adalah sebuah kaedah yang harus digunakan untuk menghujat setiap orang yang menisbatkan kepada para imam Ahlussunnah -diantaranya imam Syafi’i- aqidah yang tidak mereka yakini dan prinsip yang tidak mereka amalkan, kita menuntut mereka untuk mendatangkan nukilan-nukilan yang shohih dari para imam tersebut, jika mereka tidak mampu mendatangkannya maka jelaslah kebatilan penisbatan tersebut dan nyatalah kebohongan para pelakunya.

Oleh karana itu pengikut sejati imam Syafi’i adalah orang orang yang mengikuti mazhab beliau dalam permasalahan ushuluddin (aqidah) dan permasalahan fiqih dan tidak membedakan antara keduannya, adapun orang yang menisbatkan diri kepadanya dalam permasalah fiqih, tetapi menyelisihiya dalam permasalahan aqidah dan prinsip-prinsip beragama, atau mengadopsi mazhab gado-gado, seperti ungkapan sebagian mereka: “mazhabku adalah mazhab Syafi’i, tarekatku adalah tarekat Qodiriyah atau Naqasyabandiyah dan aqidahku adalah aqidah Asy’ariyah”, tentu ini adalah pernyataan yang aneh dan kontradiksi yang nyata, dan Imam Syafi’i tentu berlepas diri dari orang yang seperti ini, sebab tidak pernah beliau beraqidah Asy’ariyah dan mengikuti tarekat-tarekat shufiyyah, terekat beliau adalah Tarekat Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, beliau tiada lain kecuali seorang Sunni Salafi dalam aqidah, ibadah, fiqih dan akhlak.

Imam Al Karaji (wafat: 532H) –beliau adalah salah seorang ulama Syafi’yyah- telah mencela dan mengingkari dengan keras sikap warna-warni seseorang dalam beragama seraya mengatakan: “Maka mengikuti mazhab salah seorang imam (dalam fiqih) dan meyelisihinya dalam aqidah, demi Allah ini merupakan kemungkaran secara syari’at dan akal, maka barangsiapa yang mengatakan: saya bermazhab Syafi’i dan beraqidah Asy’ari, maka kita katakan: ini adalah sikap/pernyataan yang kontradiksi, bahkan merupakan menyimpangan dan kesesatan, karena tidak pernah Syafi’i beraqidah Asy’ari“[5].

Dan Imam Abu Mudzoffar As Sam’aani berkata: “Tidak pantas bagi seorangpun memperjuangkan mazhab Syafi’i dalam permasalahan furu’iyyah (fiqih) kemudian meninggalkan manhajnya dalam aqidah”[6].

Berangkat dari kenyataan dan fenomena diatas, maka merupakan kewajiban utama dan pertama bagi setiap individu muslim, untuk mempelajari aqidah Ahlussunnah dan prinsip-prinsip beragama mereka, yang merupakan prinsip beragama seluruh imam ahlussunnah, dan mewaspadai aqidah-aqidah yang sesat dan prinsip-prinsip yang batil yang dinisbatkan kepada mereka. Inilah diantara faktor utama yang mendorong para ulama, masyayekh dan tholabatul’ilmi untuk menulis kitab-kitab yang mengumpulkan perkataan perkataan para imam Ahlussunah dalam aqidah dan prinsip-prinsip beragama mereka, termasuk dalam hal ini Imam Asy Syafi’i –rahimahullah-.

Diantara kitab yang mengupas dan menjelaskan aqidah Imam Syafi’i sebagai berikut:

1-           “منازل الأئمة الأربعة“, Karangan Imam Abu Zakariya Yahya Bin Ibrahim As Salmaasi (wafat: 505 H) –beliau salah seorang ulama Syafi’iyyah-, Dalam kitab ini beliau menjelaskan biografi singkat setiap imam, kemudian menukil perkataan mereka tentang aqidah dan prinsip-prinsip beragama. Kitab ini telah dicetak dengan tahqiq DR. Mahmud Kedah. Cet. Universitas Islam Madinah.

2-           “الفصول في الأصول عن الأئمة الفحول إلزاما لذوي البدع والفضول“, Karangan Imam Abul Hasan Al Karji (wafat : 532 H) –beliau salah seorang ulama Syafi’iyyah-. Dalam kitab ini beliau menukil perkataan sebagian imam Ahlussunnah dalam aqidah, diantaranya: Imam Syafi’i, Ahmad, Malik, Bukhari, Ibnu ‘Uyainah, At Tsuari, Ibnu Mubarok, Laits Bin Sa’ad, Ishak Bin Rahawaih dan yang lain, tujuan beliau menukil dari para imam tersebut untuk membantah dan menghujat orang orang yang menisbatkan diri kepada seorang imam dalam masalah fiqih dan menyelisihinya dalam masalah aqidah, karena ini adalah kesesatan yang nyata dan kemungkaran yang besar. Kitab ini belum ditemukan, akan tetapi sebagian dari pembahasanya telah dinukil oleh Syekhul islam Ibnu Taimiyyah dalam sebagian kitabnya (lihat: Majmu’ fatawa: 4/175-177).

3-           “عقيدة الشافعي“, Karangan Al ‘Allaamah Muhammad Bin Rasul Al Barzanji (wafat: 1103 H) –beliau adalah salah seorang ulama Syafi’iyyah-, kitab ini telah dicetak dengan tahqiq oleh Syekh Muhammad Bin Abdurrahman Al Khumaiyyis.

4-           “اعتقاد الأئمة الأربعة“, karangan Syekh DR. Muhammad Bin Abdurrahman Al Khumaiyyis, kitab ini telah cetak.

Beliau juga menulis makalah tentang (عقيدة الإمام أبي عبد الله محمد بن إدريس الشافعي) dan telah di muat dalam majallah Al Buhuuts islamiyyah, Riyadh, edisi 64 (hal: 193-251).

5-           “منهج الإمام الشافعي في إثبات العقيدة“, karangan Syaikhuna Syaikh DR. Muhammad Bin Abdulwahhab Al Aqiil –hafidzahullah-, sebuah disertasi yang beliau tulis di Universitas Islam Madina, ia telah dicetak dan di terjemahkan kedalam bahasa indonesia.

Aqidah Imam Syafi’i dan prinsip-prinsip beragama beliau adalah aqidah dan prinsip yang diikuti oleh ulama Syafi’iyah yang setia berjalan diatas manhaj/mazhab imam mereka yang selamat dari syubuhat dan syahawat.

Mereka mempunyai peran besar dan usaha yang mulia sejak awal abad ketiga hijriyah dalam meperjuangkan dan menghidupkan sunnah serta berdakwah kepada aqidah salafiyah, mencela bid’ah dan mengingkarinya, mereka adalah para ulama besar yang karismatik dan para imam yang mulia yang di kenal dengan loyalitas tinggi, pengagungan yang besar dan kecintaan yang dalam kepada sunnah dan ahlinya, mereka telah menghabiskan umur dan waktu untuk menebarkan aqidah Ahlussunnah Wal jama’ah dan mengajak umat untuk berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Sunnah berdasarkan manhaj salafus sholeh, dan mengingkari bemacam bentuk bid’ah dan menghujat para pelakunya dengan menggunakan bermacam fasilitas dan sarana yang syar’i, terkadang dengan pendidikan dan dakwah dan terkadang dengan menulis tentang sunnah yang mencakup penjelasan tentang aqidah ahlussunnah dan bantahan terhadap ahlulbid’ah dan lain-lain, hal itu mereka lakukan tiada lain kecuali ingin mengharapkan ridho Allah dan sebagai aplikasi terhadap makna nasehat kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kaum muslimin.

Berikut sebagian nama-nama ulama Syafi’iyyah yang setia mengikuti manhaj dan mazhab Imam Syafi’i dalam aqidah dan fiqih, dan sebagian dari karya tulis mereka tentang sunnah (aqidah) dan pengingkaran terhadap bid’ah dan aqidah-aqidah sempalan yang muncul dalam kehidupan kaum muslimin.

Akan tetapi sebelumnya perlu di ketahui, bahwa yang di maksud dengan sunnah disini adalah jalan dan pola hidup Rasulullah –shalallahu’alaihi wasallam- yang mencakup permasalahan aqidah dan ibadah, dan yang lebih khusus permasalahan-permaslahan yang berkaitan dengan aqidah. Inilah pengertian sunnah yang masyhur di kalangan salafus sholeh.

Syekhul islam Ibnu Taimiyah berkata: “Dan lafadz sunnah dalam perkataan salaf mencakup sunnah dalam permasalahan ibadah dan permasalahan aqidah, sekalipun mayoritas (ulama) yang menulis tentang sunnah bermaksud pembahasan tentang aqidah”[7].

Dan Imam Ibnu Rajab berkata –setelah menukil sebagian perkataan ulama salaf tentang sunnah-: “Dan maksud para ulama tersebut tentang sunnah adalah jalan Nabi –shalallahu’alaihi wasallam- yang di ikuti beliau dan para shahabatnya, yang selamat dari syubuhat dan syahawat, …kemudian istilah sunnah itu di kalangan mayoritas ulama muta’akhirin dari kalangan ahlulhadits dan yang lain dikenal dengan : sesuatu yang selamat dari syubuhat, terkhusus yang berkaitan dengan permasalahan iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul dan hari akhirat, begitu juga yang berkaitan dengan masalah taqdir, keutamaan para shahabat, mereka telah menulis dalam keilmuan ini kitab kitab yang mereka beri judul dengan “As sunnah“, mereka mengkhususkan ilmu ini dengan nama sunnah kerena permasalahannya sangat urgen dan berbahaya sehingga orang yang menyelisihinya akan terjerumus kejurang kebinasaan (kesesatan), adapun sunnah dengan pengertian yang sempurna adalah jalan yang selamat dari syubuhat dan syahawat”[8].

Berikut diantara nama ulama Syafi’iyyah dan karya tulis mereka tentang sunnah dan aqidah:

1-           Imam Abu Bakr Al Humaidi (wafat th. 219 H). Beliau mempunyai kitab tentang aqidah yang berjudul (  أصول السنة), kitab ini telah di cetak.

2-           Imam Abdulaziz Al Kinaani (wafat th. 240 H), beliau mempunyai kitab yang berjudul (الحيدة والاعتذار في الرد على من قال بخلق القرآن), sebagai membantahan terhadap orang orang yang mengatakan Al Qur’an adalah makhluk, dan ia telah dicetak.

3-           Imam Ismail Bin Yahya Al Muzani –murid senior Imam Syafi’i- (wafat th. 264H), beliau menulis kitab tentang aqidah yang berjudul (شرح السنة), telah di cetak.

4-           Imam Utsman Bin Sa’id Ad Daarimi (wafat th. 282H), beliau menulis dua bua kitab yang sangat bagus dan bermanfaat tentang sunnah dan bantahan terhadap ahlulbid’ah[9], yang pertama: (الرد على الجهمية) dan yang kedua: (النقض على بشر المريسي الجهمي). Keduanya telah dicetak.

5-           Imam Muhammad Bin Nashr Al Marwazi (wafat th. 294 H), beliau mempunyai kitab yang berjudul (  السنة), yang mengupas tentang kedudukan sunnah dan kewajiban untuk mengikutinya serta bantahan terhadap orang orang mengingkarinya, kitab ini telah di cetak.

6-           Imam Abul Abbas Ibnu Suraij (wafat th. 306 H), beliau menulis kitab yang bagus tentang sunnah, sebagai jawaban terhadap pertanyaan tentang sifat Allah, dalam kitab itu beliau menjelasakan mazhab salaf dalam tauhid asma’ dan sifat dan perkara perkara lain yang berkaitan dengan prinsip-prinsip aqidah ahlussunnah wal jama’ah.

7-           Imam Ibnu Khuzaimah (wafat th. 311 H), beliau menulis kitab tentang sunnah dan tauhid dengan judul ( التوحيد وإثبات صفات الرب عز وجل ), telah di cetak.

8-           Imam Abul Hasan Al Buusyanji (wafat th. 347 H), beliau menulis kitab yang berjudul (التوحيد والرد على من خالف السنة )[10].

9-           Imam Abul ‘Alaa’ Al Muharibi (wafat th. 359 H).

Al Khathiib Al Bagdaadi berkata: “Beliau mempunyai karangan tentang bantahan terhadap Al Qodariyah, Al Jahmiyyah, Al Rafidhah dan yang lain”[11].

10-        Imam Abu Bakr Al Ajurri (wafat th. 360 H), beliau mengarang kitab yang sangat bagus dan bermanfaat tentang sunnah yang berjudul ( الشريعة ), dalam kitab ini beliau mengupas permasalahan aqidah islamiyah yang sesuai dengan manhaj ahlussunnah waljama’ah, dan bantahan terhadap sekte sekte yang menyelisihi Ahlussunnah dalam permasalahan tersebut, kitab ini telah dicetak.

11-        Imam Abu Bakr Al Isma’ili (wafat th. 371 H), beliau memiliki kitab yang bagus tentang aqidah ahlussunnah yang berjudul ( اعتقاد أهل السنة), kitab ini telah di cetak.

12-        Imam Abul Hasan Al Malathi (wafat th. 377 H), beliau mempunyai kitab yang membahas tentang pemikiran dan idiologi sesat sebagai bantahan tehadap ahlulbid’ah wal ahwa’ yang berjudul (  التنبيه والرد على أهل الأهواء والبدع). Kitab ini telah di cetak.

13-        Imam Abul Qosim Al Laalakaa’i (wafat th. 418H), beliau mengarang sebuah kitab yang bagus tentang sunnah dan aqidah ahlusunnah wajama’ah dengan judul (شرح أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة ), kitab ini termasuk ensiklopedi aqidah ahlussunnah yang memuat dalil-dalil, hadits dan perkataan ulama salaf beserta sanadnya. Kitab ini telah dicetak.

14-        Imam Abu Utsman Ash Shoobuni (wafat th. 449 H), beliau menulis kitab yang bagus tentang sunnah dan aqidah ahlulhadits yang berjudul (عقيدة السلف أصحاب الحديث), kitab ini telah di cetak.

15-        Imam Abul Qosim Az Zanjaani (wafat th. 471 H), beliau mempunyai Qoshidah dan syarahnya tentang sunnah dan aqidah ahlussunnah. Di dalamnya beliau menjelaskan pentingnya mengikuti Al qur’an dan Sunnah sesuai dengan manhaj salaf dan bahanya bid’ah serta bantahan terhadap ahlul bid’ah dari ahlulkalam, syi’ah (rofidhah), Khawarij, Al Jahmiyyah dan yang lain.

16-        Imam Abu Muzaffar As Sam’ani (wafat th. 489H), beliau mempunyai kitab yang bagus tentang sunnah dan pembelahan terhadap ahlussunnah yang berjudul: (الانتصار لأصحاب الحديث).

17-        Imam Abul Fath Nashr Al Maqdisi (wafat th. 490H), beliau mempunyai kitab yang bagus tentang sunnah yang berjudul (  الحجة على تارك المحجة), dalam kitab ini beliau menukil dalil-dalil dari Al Qur’an dan sunnah serta perkataan para ulama salaf yang memerintahkan untuk mengikuti sunnah dan larangan meninggalkannya serta celaan terhadap ilmu kalam dan para pemujanya. kitab ini telah di cetak.

18-        Imam Abul Hasan Al Karji (wafat th. 532 H), beliau mempunyai kitab yang bagus tentang sunnah yang berjudul (الفصول في الأصول عن الأئمة الفحول إلزاما لذوي البدع والفضول). Dalam kitab ini beliau menukil dari duabelas imam ahlusunnah perkataan mereka tentang aqidah, diantara mereka: Imam Syafi’i, Malik, Ahmad Bin Hambal, Al Bukhari, Ibnu ‘Uyainah, Abdullah Bin Mubarak, Al Awzaa’I dan yang lain. Dalam kitab ini beliau mencela orang orang yang membedakan antara permasalahan aqidah dan fiqh dalam mengikuti para ulama mazhab, karena para ulama mazhab tidak membedakan  antara kedua permasalahan diatas kerena semuanya kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah. Biliau berkata: “Barangsiapa yang mengatkan : saya bermazhab Syafi’i dan beraqidah asy’ari, maka ini adalah dua perkara yang kontropersial, sebab tidak pernah Imam Syafi’i beraqidah asy’ari”[12].

19-        Imam Qowamussunnah Abul Qosim At Taimi (wafat th. 535H), beliau menulis kitab yang mermanfaat dan bagus tentang sunnah yang berjudul (الحجة في بيان المحجة في شرح التوحيد ومذهب أهل السنة), telah di cetak.

20-        Imam Yahya Bin Abil Khair Al ‘Imraani (wafat th. 558H), beliau menulis kitab bantahan yang bagus terhadap sekte Mu’tazilah Al qodariyah yang berjudul : (الانتصار في الرد على المعتزلة القدرية الأشرار ),   kitab ini telah di cetak.

Itulah sebagian ulama Syafi’iyah dan karya tulis mereka yang menjelaskan tentang sunnah dan aqidah ahlussunnah wal jama’ah serta bantahan terhadap bermacam bid’ah yang muncul dalam bab aqidah dan sekte sekte sempalan yang menisbatkan diri kepada islam dan sunnah.

Tidak terbatas pada permasalahan itu saja, tetapi mereka juga menulis kitab kitab yang mencela dan mengingkari segala perkara yang baru dan bermacam bid’ah yang muncul dalam bab ibadah.

Diantara ulama Syafi’iyah dan karya tulis mereka dalam bab ini sebagai berikut:

21-        Qodhi Abu Abdillah Husain Ad Dimyaati (wafat th. 648H), beliau mempunyai karya tulis yang mengkritisi bid’ah dan perkara perkara baru dalam agama, yang berjudul: (اللمعة في أحكام البدع) [13].

22-        Imam Al ‘Iz Bin Abdussalam (wafat th. 661 H), beliau adalah seorang ulama yang karismatik yang mempunyai perang besar dalam menyeru kepada sunnah dan mengingkari bid’ah, beliau mempunyai dua karya tulis yang mengingkari bid’ah sholat ragaaib, yang pertama berjudul: (الترغيب عن صلاة الرغائب) yang kedua: (الرد على جواز صلاة الرغائب), keduanya telah di cetak.

23-        Imam Abu Syaamah (wafat th. 665 H), beliau adalah murid Imam Al ‘Iz Bin Abdussalam, beliau mempunyai karya tulis yang bagus tentang bid’ah dengan judul: (الباعث على إنكار البدع والحوادث), telah di cetak.

24-        Imam An Nawawi (wafat, th. 676 H), beliau adalah seorang ulama yang tidak asing di kalangan pengikut mazhab Syafi’i, beliau  memiliki loyalitas tinggi kepada sunnah dan membenci bermacam bentuk bid’ah, hal ini sangat jelas dalam karya tulis beliau yang bagus dan bermanfaat, seperti “Syarah shohih Muslim”, “Al Majmu’ syarah muhazzab”, “Al Azkar” dan yang lain.

25-        Imam Ali Bin Ibrahim Al ‘Aththaar, (wafat th. 724H), beliau adalah murid terdekat Imam Nawawi, beliau mempunyai karya tulis yang mengingkari bermacam bid’ah yang berkembang dalam bulan Rajab dan Sya’ban, diantaranya bid’ah sholat Nisfu sya’ban yang di kenal dengan sholat alfiyyah, judul kitabnya: (حكم صوم رجب وشعبان وما الصواب عند أهل العلم والعرفان وما أحدث فيهما وما يلزمه من البدع التي يتعين إزالتها على أهل الإيمان), telah di cetak.

26-        Imam Hafizd Az Zahabi (wafat th. 748 H), beliau mempunyai karya tulis yang bagus dan bermanfaat tentang agidah dan seruan mengikuti sunnah dan penginkaran terhadap bid’ah, diantaranya: (العلو للعلي العظيم  ) mengupas tentang dalil-dalil dari Al Qur’an dan sunnah serta perkataan ulama salaf dalam menetapkan sifat Uluw (tinggi) bagi Allah Ta’ala serta bantahan terhadap sekte sekte yang mengingkarinya. Diantara karangan beliau kitab (التمسك بالسنن) mengupas tentang kewajiban mengikuti sunnah dan mewaspadai bid’ah, dan kitab (  تشبه الخسيس بأهل الخميس) mengupas tentang larangan menyerupai non islam dan mengikuti hari hari besar dan tradisi tradisi mereka. semuanya telah di cetak.

27-        Imam Ibnu An Nahhaas (wafat th. 814 H), beliau mempunyai kitab yang bagus mengupas tentang dosa dosa besar, kemungkaran kemungkaran dan bid’ah bid’ah yang muncul di kalangan kaum muslimin, yang berjudul: (تنبيه الغافلين عن أعمال الجاهلين وتحذير السالكين من أعمال الهالكين) kitab ini telah di cetak.

28-        Hafizd Ibnu Hajar Al ‘Asqalani (wafat th. 852 H ), beliau salah seorang ulama ahli hadits dan fiqh yang memiliki karya tulis yang banyak dalam disiplin ilmu hadits dan yang lain, peran dan usaha beliau dalam memperjuangkan sunnah dan menginkari bid’ah tidak bisa di pungkiri, bahkan kitab beliau yang terkenal (فتح الباري في شرح صحيح البخاري) sarat dengan seruan kepada sunnah dan bantahan terhadap bid’ah. Bahkan beliau telah menulis kitab yang bagus dan bermanfaat yang mengkoreksi hadits hadits yang dhoi’f dan palsu yang berkaitan dengan keutamana bulan rajab dan bid’ah bid’ah yang mucul di dalamya, beliau beri judul dengan: (تبيين العجب بما ورد في فضل رجب), dalam kitab ini beliau menyimpulkan bahwa seluruh hadits hadits yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab dan keutamaan ibadah di dalamnya terkhusus hadits yang menjelaskan keutamaan sholat Ragaaib, semuanya hadits yang dho’if (tidak shohih) atau palsu. Kitab ini telah di cetak.

29-        Imam Burhanuddin Al Biqaa’i (wafat th. 885 H), beliau memiliki beberapa karya tulis yang bagus dan bermanfaat yang mengajak kepada sunnah dan mengingkari bermacam bentuk bid’ah dalam aqidah dan ibadah, beliau adalah orang yang sangat tegas dan keras terhadap sekte sufi dengan bermacam pemikiran dan idiologi mereka seperti wihdatul wujud dan huluul (keyakinan bahwa Allah berada di mana mana), diantara karya tulis beliau dalam hal ini :

    (تنبيه الغبي بتكفير ابن عربي) dalam kitab ini beliau menukil perkataan dan pernyataan para ulama ahlussunnah dari semua mazhab yang mengkafirkan Ibnu Arabi sebagai tokoh central pemikiran wihdatul wujud.
    (تحذير العباد من أهل العناد ببدعة الاتحاد), kitab ini menjelaskan kekufuran pemikiran  wihdatul wujud.
    (صواب الجواب للسائل المرتاب المجادل المعارض في تفكير ابن الفارض), kitab ini membantah pernyataan sebagian orang yang meragukan kekufuran Ibnul Faaridh, salah seorang tokoh central pemikiran wihdatul wujud juga.
    (السيف المسنون اللماع على المفتى المفتون بالابتداع), kitab ini sebagai bantahan terhadap seseorang yang membolehkan praktek praktek zikir yang bid’ah seperti zikir jama’I.
    (إنارة الفكر بما هو الحق في كيفية الذكر), kitab ini juga mengkoreksi dan mengingkari praktek praktek zikir jama’I yang bid’ah yang di lakuan orang sebagian kaum muslimin.

30-        Hafizd As Sayuthi (wafat th. 911 H), beliau mempunyai karya tulis yang bagus yang menjelaskan kedudukan sunnah dan kewajiban untuk mengikutinya serta bantahan terhadap orang orang yang mengingkari sunnah, yang berjudul: (مفتاح الجنة في الاعتصام بالسنة) dan kitab yang menjelaskan larangan melakukan bid’ah yang berjudul: (الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع) dalam kitab ini beliau berusaha mengumpulkan bid’ah bid’ah yang berkaitan dengan bermacam perkara agama. Keduanya telah di cetak.

31-         Syaikh Ali Mahfuz (wafat th. 1361 H), beliau salah seorang ulama kontemporer yang berasal dari Mesir, beliau memiliki sebuah karya tulis yang bagus yang mengingkari bid’ah bid’ah yang muncul di masyarakat Mesir dan dunia islam, yang berjudul: (الإبداع في مضار الابتداع), kitabnya telah di cetak.

32-        Syaikh Ahmad Bin Hajar Aalu Buu Thoomi (wafat th. 1423 H), salah seorang ulama ahlussunnah kontemporer berasal dari Qotar, beliau mempunyai banyak karya tulis tentang aqidah ahlussunnah dan seruan mengikuti sunnah serta larangan dari sikap taqlid dan fanatisme serta pengingkaran terhadap bid’ah bid’ah yang mucul di kalangan kaum muslimin, diantara tulisan beliau dalam hal ini: (سبيل الجنة بالتمسك بالقرآن والسنة) dan (تحذير المسلمين عن الابتداع والبدع في الدين), keduanya telah di cetak.

Itulah diantara karya tulis ulama Syafi’iyyah yang menjelaskan tentang sunnah dan kewajiban untuk memperjuangkannya serta menyeru untuk berpegang teguh kepadanya serta celaan terhadap bid’ah dan para pelakunya, hal ini menjelaskan kepada kita bahwa seluruh ulama ahlussunah dari dahulu sampai sekarang semuanya sepakat dalam mencela seluruh bentuk bid’ah yang muncul dalam agama dan juga para pelakunya.

Semoga Allah Ta’ala merahmati mereka semua dan membalas seluruh usaha dan kebaikkan mereka dengan sebaik-baik balasan, dan semoga karya tulis yang mereka tinggalkan bermanfaat bagi islam dan kaum muslimin, dan menjadikan kita orang orang yang melanjukkan tongkat estafet perjuangan mereka dalam membela sunnah dan mengingkari bid’ah, Amiin.

Sumber : Makalah Dauroh Akbar Medan 2011.

[1] Lihat: “Manaazil al aimmah al arba’ah”, Abu Zakariyah Yahya Bin Ibrahim As Salmaasi asy Syafi’i (hal: 54-55).

[2] Fushul min kiatab “Al intishoor li ashhaabil hadits” (hal:46) dan lihat: “Al hujjah fi bayanil mahajjah” (2/224-225).

[3] “Manaaqib Syafi’i”, Al Baihaqi (1/462).

[4] “Majmu’ fatawa” (5/256-257).

[5] Sebagaimana yang beliau katakan dalam kitabnya yang bagus : “Al Fushuul fil ushuul ‘an al aimmah al fuhuul ilzaaman lizawil bida’ wal fudhuul”, di nukil oleh Ibnu Taimiyah dalam : “Majmu’ Fatawa” (4/177).

[6] Fushul min kitab “an intishaar li ashhaabil hadits” (hal: 9).

[7] Majmu’ fatawa (28/178).

[8] “Kasyful kurbah fi washfi ahlil gurbah” (hal: 18-20).
idak diragukan bahwa Imam Syafi’i –rahimahullah- adalah salah seorang ulama besar yang karismatik yang namanya tidak asing lagi bagi kaum muslimin, beliau termasuk sosok ulama pembaharu agama yang mempunyai jasa besar dan memiliki usaha yang mulia lagi berkah dalam mengajak umat untuk kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah dan mendidik mereka diatas landasan Tarbiyah dan Tashfiyah.

Manhaj Imam Syafi’i dalam aqidah dan prinsip-prinsip beliau dalam beragama adalah manhaj dan prinsip Ahlusunnah wal jama’ah, tidak ada perbedaan, mereka mengambil dari sumber yang sama, yaitu Al Qur’an dan Sunnah, oleh karenanya perkataan Imam Syafi’i dan perkataan imam-imam Ahlusunnah yang lain seperti Imam Ahmad Bin Hambal, Malik, Abu Hanifah, Al Auzaa’i, Ats Tsauri, Sufyan Bin ‘Uyainah, Abdullah Bin Mubaarok dan yang lain tentang aqidah dan prinsip-prinsip beragama adalah sama tidak ada kontradiksi dan perbedaan kecuali dalam redaksinya saja[1].

Betapa bagusnya ungkapan Imam Abu Mudzoffar As Sam’aani –beliau adalah salah seorang ulama Syafi’iyah- yang mengatakan: “Jika kamu memperhatikan/membaca seluruh kitab-kitab karya mereka (Ahlussunnah) dari pertama sampai terakhir, yang klasik dan kontemporer, sedang zaman mereka berbeda dan tempat tinggalnya berjauhan, masing-masing tinggal di tempat yang terpisah, niscaya kamu dapatkan mereka dalam menjelaskan aqidah (prinsip-prinsip agama) dengan metode yang sama dan cara yang tidak berbeda, mereka mengikuti sebuah metode yang tidak akan melenceng dan condong darinya, perkataan mereka dalam hal tersebut satu, kamu tidak dapatkan kontradiksi dan perbedaan diantara mereka dalam suatu perkara sedikitpun, bahkan jika kamu kumpulkan apa yang keluar dari mulut mereka dan apa yang mereka nukilkan dari salaf (pendahulu) mereka, niscaya kamu dapati seolah-olah hal (perkataan) itu keluar dari satu hati dan muncul dari satu lisan”[2].

Adakah bukti yang lebih nyata yang menjelaskan akan kebenaran dari pada ini? Nah, apakah rahasia dan penyebab yang menjadikan mereka bersatu dalam aqidah dan prinsip-prinsip beragama? Tiada lain kecuali karena mereka semuanya mengambil agama dari sumber yang satu, yaitu  Al Qur’an dan Sunnah, adapun orang-orang yang mengambil aqidah dan agamanya dari selain Al qur’an dan Sunnah, seperti akal, logika dan mimpi, maka mereka selalu dalam perselisihan yang tajam dan kontradiksi yang dahsyat, habis umur mereka akan tetapi tidak pernah bersatu dalam aqidah dan prinsip-prinsip beragama, kamu menyangka mereka bersatu tetapi hati mereka bercerai-berai dan bermusuhan, tentu ini adalah bukti kebatilan yang nyata dan kesesatan yang jauh, Allah Ta’ala berfirman:

وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً  النساء: ٨٢

“Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”.

Inilah pertanda ahlu bid’ah dan seluruh sekte yang menyimpang dari sunnah, mereka selalu dalam pertentangan yang berkepanjangan, adapun Ahlussunnah wal jama’ah apa yang mereka tulis dan katakan semuanya sama, tidak ada pertentangan dalam kandungan dan maknanya, oleh karenanya jika anda membaca kitab yang menjelaskan aqidah imam Syafi’i, atau kitab yang ditulis oleh Imam Ahmad Bin Hambal dalam aqidah, atau kitab yang ditulis oleh Syeikhul islam Ibnu Taimiyah dan yang ditulis oleh Syeikh Muhammad Bin Abdulwahhab tentang aqidah atau kitab yang ditulis oleh salah seorang ulama Ahlussunnah dizaman sekarang ini, niscaya anda akan mendapatkan aqidah yang sama dan prinsip-prinsip agama yang tidak berbeda dan berobah.

Aqidah Imam Syafi’i dan prinsip-prinsip beragama beliau adalah aqidah dan prinsip beragama ulama Syafi’iyyah yang berjalan diatas manhaj Imam mereka dan yang setia menelusuri jejak beliau yang selamat dari bermacam bentuk bid’ah dan syubuhat.

Kemudian sebagaimana yang dimaklumi, bahwa zaman Imam Syafi’i adalah awal munculnya bid’ah ilmu kalam dan bid’ah shufiyyah, keduanya adalah bid’ah yang sangat berbahaya, ilmu kalam merusak pemikiran dan keilmuan seseorang dan bid’ah shufiyah merusak akhlak dan ibadahnya.

Maka dengan penuh kecintaan kepada agama Allah yang mulia ini dan semangat untuk memperjuangkan sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam serta kesungguhan yang besar untuk memberikan nasehat kepada kaum muslimin, Imam Syafi’i bangkit dengan keilmuan yang beliau miliki untuk menghujat, membantah dan meng-counter seluruh bid’ah yang muncul di zamannya, sehingga beliau dikenal dikalangan ulama ahlusunnah sebagai seorang imam pembela/pejuang sunnah yang memiliki ketegasan dan kebencian yang dalam terhadap ilmu kalam, sampai sampai beliau mengatakan: “Hukumku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan ninaikkan diatas unta kemudian dia dikelilingkan ke kampung seraya dikatan kepada khalayak: inilah kukuman bagi orang orang yang perpaling dari Al Qur’an dan Sunnah lalu menuju ilmu kalam/filsafat“[3].

Akan tetapi yang sangat mengherankan, munculnya di tengah masyarakat yang menisbatkan diri kepada mazhab imam Syafi’i, orang orang yang menekuni dan mempelajari ilmu kalam, bahkan mereka mendirikan lembaga lembaga pendidikan yang berasaskan kepada aqidah ahlulkalam dan filsafat. Fenomena ini tidak khusus pada para pengikut mazhab imam Syafi’i saja, tetapi juga para pengikut mazhab yang lain, sementara seluruh para imam tersebut telah sepakat dalam mencela dan mengingkari ilmu kalam dan filsafat.

Dan yang sangat aneh bin ajaib lagi, munculnya dikalangan Syafi’iyyah mutakhirin orang orang yang menulis kitab berdasarkan aqidah ahlulkalam kemudian mereka menisbatkan hal itu kepada imam Syafi’i seraya berkata: “Ini adalah aqidah imam Syafi’i“, tentu ini adalah kebohongan yang sangat nyata. Inilah sebenarnya faktor utama yang menyebabkan munculnya kerancuan dan kebimbangan bagi para pemula dalam menuntut ilmu dalam mempalajari aqidah dan prinsip-prinsip beragama imam Syafi’i, sementara aqidah beliau adalah aqidah dan prinsip-prinsip dasar para imam Ahlussunnah yang lain sebagaimana yang telah diutarakan diatas.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang dua orang –keduanya bermazhab Syafi’i- yang berbeda pendapat dalam masalah aqidah, yang satu mengatakan: “Barangsiapa yang tidak meyakini bahwa Allah berada di langit, maka ia telah sesat”. Yang kedua mengatakan: “Sesungguhnya Allah tidak berada disuatu tempat”. Maka jelaskan kepada kami apa yang harus diikuti dari aqidah imam Syafi’i dan yang benar dari perkataan diatas? Beliau menjawab:

“Aqidah imam Syafi’i dan aqidah para (ulama) salaf seperti (imam) Malik, At Tsauri, Al Auzaa’i, Ibnu Mubarok, Ahmad Bin Hambal, Ishaq Bin Rohawaih, dan ia adalah aqidah para masyaayekh yang diikuti, seperti Fudhail Bin ‘Iyaadh, Abu Sualaiman Ad Daaraani, Sahl Bin Abdullah At Tasturi dan yang lain, maka sesungguhnya tidak ada antara para imam tersebut dan yang lain perbedaan/pertentangan dalam perkara ushuluddin (aqidah). Begitu juga Imam Abu Hanifah, maka aqidah yang tetap dari beliau dalam (permasalahan) tauhid dan qadar dan yang semisalnya sesuai dengan aqidah para imam tersebut. Dan aqidah mereka adalah apa yang diikuti/diamalkan oleh para shahabat dan tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, yaitu apa yang di katakan oleh Al Qur’an dan Sunnah” –kemudian Syekhul Islam menukil perkataan imam Syafi’i, Ahmad dan Malik tentang aqidah- kemudian berkata : Maka barangsiapa yang berbicara tentang Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan sesuatu yang menyelisihi Al Qur’an dan Sunnah, maka ia termasuk kepada orang orang yang bebicara tetang ayat-ayat Allah dengan batil, dan mayoritas dari mereka (ahlulbid’ah) menisbatkan kepada para imam kaum muslimin apa yang tidak mereka katakan, mereka menisbatkan kepada imam Syafi’i, Ahmad Bin Hambal, Malik dan Abu Hanifah aqidah-aqidah yang tidak mereka katakan/yakini, seraya berkata kepada para pengikut mereka: ini adalah aqidah imam si fulan, tetapi jika mereka diminta untuk mendatangkan nukilan (perkataan) yang shohih dari para imam tersebut nyatalah kebohongan mereka“[4].

Inilah adalah sebuah kaedah yang harus digunakan untuk menghujat setiap orang yang menisbatkan kepada para imam Ahlussunnah -diantaranya imam Syafi’i- aqidah yang tidak mereka yakini dan prinsip yang tidak mereka amalkan, kita menuntut mereka untuk mendatangkan nukilan-nukilan yang shohih dari para imam tersebut, jika mereka tidak mampu mendatangkannya maka jelaslah kebatilan penisbatan tersebut dan nyatalah kebohongan para pelakunya.

Oleh karana itu pengikut sejati imam Syafi’i adalah orang orang yang mengikuti mazhab beliau dalam permasalahan ushuluddin (aqidah) dan permasalahan fiqih dan tidak membedakan antara keduannya, adapun orang yang menisbatkan diri kepadanya dalam permasalah fiqih, tetapi menyelisihiya dalam permasalahan aqidah dan prinsip-prinsip beragama, atau mengadopsi mazhab gado-gado, seperti ungkapan sebagian mereka: “mazhabku adalah mazhab Syafi’i, tarekatku adalah tarekat Qodiriyah atau Naqasyabandiyah dan aqidahku adalah aqidah Asy’ariyah”, tentu ini adalah pernyataan yang aneh dan kontradiksi yang nyata, dan Imam Syafi’i tentu berlepas diri dari orang yang seperti ini, sebab tidak pernah beliau beraqidah Asy’ariyah dan mengikuti tarekat-tarekat shufiyyah, terekat beliau adalah Tarekat Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, beliau tiada lain kecuali seorang Sunni Salafi dalam aqidah, ibadah, fiqih dan akhlak.

Imam Al Karaji (wafat: 532H) –beliau adalah salah seorang ulama Syafi’yyah- telah mencela dan mengingkari dengan keras sikap warna-warni seseorang dalam beragama seraya mengatakan: “Maka mengikuti mazhab salah seorang imam (dalam fiqih) dan meyelisihinya dalam aqidah, demi Allah ini merupakan kemungkaran secara syari’at dan akal, maka barangsiapa yang mengatakan: saya bermazhab Syafi’i dan beraqidah Asy’ari, maka kita katakan: ini adalah sikap/pernyataan yang kontradiksi, bahkan merupakan menyimpangan dan kesesatan, karena tidak pernah Syafi’i beraqidah Asy’ari“[5].

Dan Imam Abu Mudzoffar As Sam’aani berkata: “Tidak pantas bagi seorangpun memperjuangkan mazhab Syafi’i dalam permasalahan furu’iyyah (fiqih) kemudian meninggalkan manhajnya dalam aqidah”[6].

Berangkat dari kenyataan dan fenomena diatas, maka merupakan kewajiban utama dan pertama bagi setiap individu muslim, untuk mempelajari aqidah Ahlussunnah dan prinsip-prinsip beragama mereka, yang merupakan prinsip beragama seluruh imam ahlussunnah, dan mewaspadai aqidah-aqidah yang sesat dan prinsip-prinsip yang batil yang dinisbatkan kepada mereka. Inilah diantara faktor utama yang mendorong para ulama, masyayekh dan tholabatul’ilmi untuk menulis kitab-kitab yang mengumpulkan perkataan perkataan para imam Ahlussunah dalam aqidah dan prinsip-prinsip beragama mereka, termasuk dalam hal ini Imam Asy Syafi’i –rahimahullah-.

Diantara kitab yang mengupas dan menjelaskan aqidah Imam Syafi’i sebagai berikut:

1-           “منازل الأئمة الأربعة“, Karangan Imam Abu Zakariya Yahya Bin Ibrahim As Salmaasi (wafat: 505 H) –beliau salah seorang ulama Syafi’iyyah-, Dalam kitab ini beliau menjelaskan biografi singkat setiap imam, kemudian menukil perkataan mereka tentang aqidah dan prinsip-prinsip beragama. Kitab ini telah dicetak dengan tahqiq DR. Mahmud Kedah. Cet. Universitas Islam Madinah.

2-           “الفصول في الأصول عن الأئمة الفحول إلزاما لذوي البدع والفضول“, Karangan Imam Abul Hasan Al Karji (wafat : 532 H) –beliau salah seorang ulama Syafi’iyyah-. Dalam kitab ini beliau menukil perkataan sebagian imam Ahlussunnah dalam aqidah, diantaranya: Imam Syafi’i, Ahmad, Malik, Bukhari, Ibnu ‘Uyainah, At Tsuari, Ibnu Mubarok, Laits Bin Sa’ad, Ishak Bin Rahawaih dan yang lain, tujuan beliau menukil dari para imam tersebut untuk membantah dan menghujat orang orang yang menisbatkan diri kepada seorang imam dalam masalah fiqih dan menyelisihinya dalam masalah aqidah, karena ini adalah kesesatan yang nyata dan kemungkaran yang besar. Kitab ini belum ditemukan, akan tetapi sebagian dari pembahasanya telah dinukil oleh Syekhul islam Ibnu Taimiyyah dalam sebagian kitabnya (lihat: Majmu’ fatawa: 4/175-177).

3-           “عقيدة الشافعي“, Karangan Al ‘Allaamah Muhammad Bin Rasul Al Barzanji (wafat: 1103 H) –beliau adalah salah seorang ulama Syafi’iyyah-, kitab ini telah dicetak dengan tahqiq oleh Syekh Muhammad Bin Abdurrahman Al Khumaiyyis.

4-           “اعتقاد الأئمة الأربعة“, karangan Syekh DR. Muhammad Bin Abdurrahman Al Khumaiyyis, kitab ini telah cetak.

Beliau juga menulis makalah tentang (عقيدة الإمام أبي عبد الله محمد بن إدريس الشافعي) dan telah di muat dalam majallah Al Buhuuts islamiyyah, Riyadh, edisi 64 (hal: 193-251).

5-           “منهج الإمام الشافعي في إثبات العقيدة“, karangan Syaikhuna Syaikh DR. Muhammad Bin Abdulwahhab Al Aqiil –hafidzahullah-, sebuah disertasi yang beliau tulis di Universitas Islam Madina, ia telah dicetak dan di terjemahkan kedalam bahasa indonesia.

Aqidah Imam Syafi’i dan prinsip-prinsip beragama beliau adalah aqidah dan prinsip yang diikuti oleh ulama Syafi’iyah yang setia berjalan diatas manhaj/mazhab imam mereka yang selamat dari syubuhat dan syahawat.

Mereka mempunyai peran besar dan usaha yang mulia sejak awal abad ketiga hijriyah dalam meperjuangkan dan menghidupkan sunnah serta berdakwah kepada aqidah salafiyah, mencela bid’ah dan mengingkarinya, mereka adalah para ulama besar yang karismatik dan para imam yang mulia yang di kenal dengan loyalitas tinggi, pengagungan yang besar dan kecintaan yang dalam kepada sunnah dan ahlinya, mereka telah menghabiskan umur dan waktu untuk menebarkan aqidah Ahlussunnah Wal jama’ah dan mengajak umat untuk berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Sunnah berdasarkan manhaj salafus sholeh, dan mengingkari bemacam bentuk bid’ah dan menghujat para pelakunya dengan menggunakan bermacam fasilitas dan sarana yang syar’i, terkadang dengan pendidikan dan dakwah dan terkadang dengan menulis tentang sunnah yang mencakup penjelasan tentang aqidah ahlussunnah dan bantahan terhadap ahlulbid’ah dan lain-lain, hal itu mereka lakukan tiada lain kecuali ingin mengharapkan ridho Allah dan sebagai aplikasi terhadap makna nasehat kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kaum muslimin.

Berikut sebagian nama-nama ulama Syafi’iyyah yang setia mengikuti manhaj dan mazhab Imam Syafi’i dalam aqidah dan fiqih, dan sebagian dari karya tulis mereka tentang sunnah (aqidah) dan pengingkaran terhadap bid’ah dan aqidah-aqidah sempalan yang muncul dalam kehidupan kaum muslimin.

Akan tetapi sebelumnya perlu di ketahui, bahwa yang di maksud dengan sunnah disini adalah jalan dan pola hidup Rasulullah –shalallahu’alaihi wasallam- yang mencakup permasalahan aqidah dan ibadah, dan yang lebih khusus permasalahan-permaslahan yang berkaitan dengan aqidah. Inilah pengertian sunnah yang masyhur di kalangan salafus sholeh.

Syekhul islam Ibnu Taimiyah berkata: “Dan lafadz sunnah dalam perkataan salaf mencakup sunnah dalam permasalahan ibadah dan permasalahan aqidah, sekalipun mayoritas (ulama) yang menulis tentang sunnah bermaksud pembahasan tentang aqidah”[7].

Dan Imam Ibnu Rajab berkata –setelah menukil sebagian perkataan ulama salaf tentang sunnah-: “Dan maksud para ulama tersebut tentang sunnah adalah jalan Nabi –shalallahu’alaihi wasallam- yang di ikuti beliau dan para shahabatnya, yang selamat dari syubuhat dan syahawat, …kemudian istilah sunnah itu di kalangan mayoritas ulama muta’akhirin dari kalangan ahlulhadits dan yang lain dikenal dengan : sesuatu yang selamat dari syubuhat, terkhusus yang berkaitan dengan permasalahan iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul dan hari akhirat, begitu juga yang berkaitan dengan masalah taqdir, keutamaan para shahabat, mereka telah menulis dalam keilmuan ini kitab kitab yang mereka beri judul dengan “As sunnah“, mereka mengkhususkan ilmu ini dengan nama sunnah kerena permasalahannya sangat urgen dan berbahaya sehingga orang yang menyelisihinya akan terjerumus kejurang kebinasaan (kesesatan), adapun sunnah dengan pengertian yang sempurna adalah jalan yang selamat dari syubuhat dan syahawat”[8].

Berikut diantara nama ulama Syafi’iyyah dan karya tulis mereka tentang sunnah dan aqidah:

1-           Imam Abu Bakr Al Humaidi (wafat th. 219 H). Beliau mempunyai kitab tentang aqidah yang berjudul (  أصول السنة), kitab ini telah di cetak.

2-           Imam Abdulaziz Al Kinaani (wafat th. 240 H), beliau mempunyai kitab yang berjudul (الحيدة والاعتذار في الرد على من قال بخلق القرآن), sebagai membantahan terhadap orang orang yang mengatakan Al Qur’an adalah makhluk, dan ia telah dicetak.

3-           Imam Ismail Bin Yahya Al Muzani –murid senior Imam Syafi’i- (wafat th. 264H), beliau menulis kitab tentang aqidah yang berjudul (شرح السنة), telah di cetak.

4-           Imam Utsman Bin Sa’id Ad Daarimi (wafat th. 282H), beliau menulis dua bua kitab yang sangat bagus dan bermanfaat tentang sunnah dan bantahan terhadap ahlulbid’ah[9], yang pertama: (الرد على الجهمية) dan yang kedua: (النقض على بشر المريسي الجهمي). Keduanya telah dicetak.

5-           Imam Muhammad Bin Nashr Al Marwazi (wafat th. 294 H), beliau mempunyai kitab yang berjudul (  السنة), yang mengupas tentang kedudukan sunnah dan kewajiban untuk mengikutinya serta bantahan terhadap orang orang mengingkarinya, kitab ini telah di cetak.

6-           Imam Abul Abbas Ibnu Suraij (wafat th. 306 H), beliau menulis kitab yang bagus tentang sunnah, sebagai jawaban terhadap pertanyaan tentang sifat Allah, dalam kitab itu beliau menjelasakan mazhab salaf dalam tauhid asma’ dan sifat dan perkara perkara lain yang berkaitan dengan prinsip-prinsip aqidah ahlussunnah wal jama’ah.

7-           Imam Ibnu Khuzaimah (wafat th. 311 H), beliau menulis kitab tentang sunnah dan tauhid dengan judul ( التوحيد وإثبات صفات الرب عز وجل ), telah di cetak.

8-           Imam Abul Hasan Al Buusyanji (wafat th. 347 H), beliau menulis kitab yang berjudul (التوحيد والرد على من خالف السنة )[10].

9-     [9] Imam Ibnu Qoyyim berkata: “Dan kedua kitabnya merupakan kitab yang sangat bagus dan bermanfaat tentang sunnah, dan mesti bagi setiap orang yang mencari sunnah yang tujuannya ingin mengetahui apa yang diikuti (diyakini) oleh para shahabat, tabi’in dan para imam (sunnah), hendaklah ia membaca kedua kitab tersebut, dan dahulunya Syekhul islam (Ibnu Taimiyah) selalu mewasitkan dengan serius (kepada murid muridnya) dengan kedua kitab tersebut, dan beliau sangat mengagungkannya, dan dalam kitab tersebut terdapat penjelasan (pemaparan) tentang tauhid asma’ dan sifat dengan logika dan dalil yang tidak didapatkan hal itu pada (kitab) selainya”. “Ijtima’ al juyusy al islamiyah” (hal: 231).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar